Sekularisme Dipelihara, Islam Terus Dinista


Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S

(Aktivis Dakwah dan Penulis Buku)

Islam merupakan agama yang diturunkan Allah sebagai rahmat bagi semesta alam. Bahkan umatnya dikabarkan Allah dalam surah Al-Imran ayat 110 sebagai umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia. Namun, ironisnya saat ini kondisinya kontradikitif. Dalam sistem yang dinaungi oleh sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan, Islam kerap dinista oleh manusia.

Sebagaimana yang terjadi baru-baru ini, seorang warga negara Australia meludahi seorang imam masjid di daerah Buah Batu, Bandung. Penyebabnya sang WNA merasa terganggu dengan suara murrotal dari speaker masjid. (Cnnindonesia.com/29-04-2023)

Atas perbuatannya tersebut, pelaku dikenai pasal 335 dan 315 KUHP pidana tentang perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan dengan ancaman hukuman 1 tahun 2 bulan penjara.

Tak hanya itu, aksi penistaan terhadap Islam pun dilakukan oleh seorang selebgram bernama Lina Mukherjee. Ia menyantap babi kriuk dengan membaca basmallah terlebih dahulu. Akibatnya ia dilaporkan oleh seorang ustaz asal Palembang terkait adanya dugaan penistaan agama. Fatwa MUI tanggal 18 April 2023 pun menegaskan bahwa aksi Lina terkategori penistaan agama. (Detik.com/29-4-2023)

Kini status sang selebgram sudah naik menjadi tersangka, sebagaimana dilansir oleh CNNIndonesia.com (29/04/2023), bahwa ia terancam pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar.

Didikan Sekularisme

Aksi-aksi penistaan agama yang terus berulang ini tentu saja tak bisa kita anggap sepele. Sebab agama (baca:Islam) merupakan sesuatu yang agung dan mulia, tak layak dijadikan bahan olokan, hinaan, dan candaan. Jika hari ini banyak orang, baik muslim maupun  nonmuslim, berani menistakan Islam, maka dapat dipastikan bahwa hal ini tak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang ada hari ini.

Karena ini bukan persoalan human error semata, melainkan persoalan sistemis. Betapa tidak, sekularisme yang diterapkan hari ini membuat umat Islam jauh dari ketaatan terhadap agamanya sendiri. Sebagai contoh, Lina Mukherjee di atas, meski seorang muslimah ia rela menabrak syariat hanya demi konten. Naudzubillah! Ditambah lagi, ia mengucapkan asma Allah saat menyantap makanan yang diharamkan tersebut. Sungguh jelas ini merupakan wujud penistaan agama yang sangat nyata.

Allah Swt berfirman:

“Jangan kalian mencampur kebenaran dengan kebatilan. Jangan juga kalian menyembunyikan kebenaran. Padahal kalian menyadarinya,” (Surat Al-Baqarah ayat 42)

Selain itu, sekularisme juga menumbuhsuburkan islamofobia, sebagaimana yang dilakukan  oleh bule Australia di atas. Dengan angkuh dia melakukan aksi penghinaan terhadap umat Islam dengan cara meludahi imam masjid. Padahal di negeri mayoritas muslim ini, suara murrotal yang dipasang di masjid merupakan sebuah kelaziman. Demikianlah perilaku-perilaku yang tercipta sebagai hasil didikan sekularisme. Maka, solusi tuntas atas penistaan agama yang terus berulang adalah mengempaskan sekularisme hingga ke akar-akarnya.

Sistem Islam Menciptakan Kedamaian

Allah menurunkan Islam penyempurna atas ajaran-ajaran sebelumnya. Dan hadirnya Islam di tengah masyarakat jahiliah di masa lalu, sungguh telah menciptakan perubahan besar bagi manusia. Masyarakat yang tadinya diliputi oleh kemaksiatan, berubah menjadi diselimuti ketaatan. Benarlah bahwa Islam membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya.

"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” [QS. Ibrahim: 1]

Begitupun saat dunia disinari dengan penerapan Islam kaffah di bawah naungan Khilafah, kedamaian sungguh merebak di setiap sudut kehidupan manusia. Meski di dalamnya terdapat kaum nonmuslim, mereka tak mengalami diskriminasi. Justru harta, kehormatan, bahkan nyawa mereka dilindungi negara. Inilah bukti bahwa Islam merupakan sumber kedamaian bagi manusia. Maka ketika Islam diterapkan, rahmat bagi semesta alam akan terwujud nyata.

Institusi Islam Atasi Penistaan

Penerapan sistem Islam dalam sebuah institusi akan membentuk masyarakat Islam yang kental dengan nuansa ketaatan kepada Allah dan ketundukan pada pemimpin yang menetapkan aturan Allah. Maka, tak akan ada yang berani menistakan agama karena negara memiliki sanksi tegas bagi pelakunya.

Sebagaimana ditegaskan dalam hadis riwayat Abu Daud dan Ad-Duruquthni bahwa seorang laki-laki pernah membunuh budak wanitanya karena seringkali menghina Nabi Muhammad saw. Dan ternyata Rasulullah saw menghalalkan darahnya. Demikianlah Islam secara tegas memberikan sanksi bagi penista agama. Jika dia seorang muslim maka dianggap murtad, maka berlaku sanksi bagi orang murtad yakni dinasihati sebelum akhirnya dihukum mati jika tidak mau bertobat. Adapun jika dia kafir, maka sanksinya langsung dibunuh.

Penerapan tegas sanksi Islam bagi penista agama ini dapat disaksikan saat Islam mewujud dalam sebuah institusi formal, yakni negara. Karena sanksi tersebut hanya sah dilakukan oleh seorang Khalifah, pemimpin kaum muslimin. Dari sini juga dapat terlihat betapa negara dalam kerangka aturan Islam mampu mengimplementasikan maqashid syariat, salah satunya menjaga agama.

Amat berbeda jika sistem yang diterapkan jauh dari aturan Islam seperti hari ini, sanksi bagi pelaku penistaan tak mampu memberi efek jera. Selain itu, tak mampu juga melakukan mekanisme pencegahan agar penistaan tak terjadi lagi, karena justru sistem hari ini seolah memberi ruang bagi kebebasan menista agama atas nama hak asasi manusia.

Oleh karena itu,  jelaslah hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah, penistaan terhadap agama akan dapat diakhiri secara tuntas. Wallahu alam.

Artikel ini telah tayang juga di voa-islam.com edisi Selasa, 12 Syawwal 1444 H / 2 Mei 2023 M

BACA Juga: Sekulerisme, Menghalangi Manusia Menjadi Muslim Sejati

BACA Juga: Penyakit Terbesar Umat Islam Masa Kini, Kebodohan Terhadap Agamanya

Ilustrasi: Google

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post