Kinerja Meningkat, Penyaluran Zakat Harus Didukung Database Mustahik

sukabumiNews, KOTA SUKABUMI - Kinerja BAZNAS Kota Sukabumi dari waktu ke waktu terus meningkat. Pada tahun 2017, BAZNAS Kota Sukabumi berhasil melewati target pengumpulan zakat yang ditetapkan. Dari target sebesar Rp2 miliar, pengumpulan yang berhasil diwujudkan mencapai Rp2.061.443.573. 
Ketua BAZNAS Kota Sukabumi H. Fifi Kusumajaya (tengah) bersama Wakil Ketua Bidang Administrasi BAZNAS Kota Sukabumi, H. Muhamad Kusoy (kanan) saat memimpin Rapat Kerja Amil Zakat Tahun 2017.
           
Demikian dikatakan Ketua BAZNAS Kota Sukabumi H. Fifi Kusumajaya pada Rapat Kerja (Raker) Amil Zakat tahun 2017 di Gedung Pusat Kajian Islam (Puski), Cikole, Kota Sukabumi, Kamis (28/12/2017) lalu. "Realisasi pengumpulan zakat pada tahun 2017 kita jadikan bahan evaluasi untuk penetapan target di tahun 2018 agar semakin baik dan meningkat," ujar Fifi.

Untuk tahun 2018, BAZNAS Kota Sukabumi menetapkan target pengumpulan zakat sebesar Rp3 miliar atau naik Rp1 miliar dibandingkan target 2017. Agar target tersebut tercapai, BAZNAS membutuhkan dukungan dari seluruh umat Islam di Kota Sukabumi dalam menumbuhkan kesadaran menunaikan zakat. Karena itu Fifi mengajak seluruh masyarakat Kota Sukabumi terlebih para PNS dan pengusaha untuk meningkatkan kesadaran warga dalam menunaikan zakat.
           
Atas peningkatan kinerja dan pencapaian target tersebut, Wakil Ketua Bidang Administrasi BAZNAS Kota Sukabumi, H. Muhamad Kusoy menyampaikan syukur kepada Allah SWT dan terima kasih kepada semua kalangan yang telah mendukung program pengumpulan zakat. “Alhamdulillah pengumpulan zakat tahun lalu bisa melampaui yang kita targetkan yakni mencapai Rp2,06 miliar," ujar Kusoy kepada sukabumiNews, belum lama ini.
           
Meski menghadapi banyak kendala, Kusoy optimis, target tahun 2018 dapat tercapai. Jajaran pengurus BAZNAS Kota Sukabumi akan berupaya untuk mengantisipasi dan mengatasi hambatan-hambatan yang muncul. Selama ini, hambatan dimaksud antara lain kurangnya kesadaran masyarakat termasuk PNS dalam menyalurkan zakat ke BAZNAS. Dari 5.000 PNS yang bekerja di Pemkot Sukabumi, hanya sekitar 20% yang menyalurkan zakat melalui BAZNAS.
           
Para peserta Rapat Kerja Amil Zakat Tahun 2017 dari kalangan amilin yang  selama ini bergiat di lapangan untuk mengumpulkan zakat dan mendata para mustahik yang berhak menerima bagian dari penyaluran zakat. 

"Untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan para PNS, tentunya kami harus berupaya maksimal dalam memberikan pengertian terhadap pentingnya mengeluarkan zakat profesi dan menyalurkannya melalui lembaga yang ditunjuk pemerintah serta dilindungi oleh Undang-Undang yang dalam hal ini BAZNAS," ujar dia.
           
Namun untuk menumbuhkan kesadaran tersebut, BAZNAS Kota Sukabumi menghadapi kesulitan dalam menentukan saat dan tempat yang tepat untuk memberikan wawasan kesadaran zakat di kalangan PNS. "Kadang-kadang PNS itu kan sibuk semua. Mengambil waktu saat liburan juga sulit. Begitu juga untuk menumbuhkan kesadaran di kalangan pengusaha, sama sulitnya. Padahal di Kota Sukabumi, banyak pengusaha muslim," jelas Kusoy.
           
Di sisi lain, regulasi untuk PNS tentang kewajiban membayar zakat sudah lengkap.  Selain ada perintah dari Allah dan dicontohkan oleh  Rasulullah, membayar zakat juga diatur ketentuannya oleh para umaro mulai perintah presiden, instruksi gubernur, sampai instruksi walikota. Walaupun begitu, kesadaran di kalangan PNS masih tetap rendah.
           
Penyerahan penghargaan kepada para amil zakat yang berhasil mencapai target pengumpulan zakat dari para muzaki.
Saat diminta tanggapan terkait dorongan finansial dari Pemkot Sukabumi terhadap lembaga yang dikelolanya, sebagai Wakil Ketua BAZNAS, Kusoy menjelaskan, dukungan dari pemda masih minim. Mestinya, kata dia, berdasarkan perintah Undang-undang dan Peraturan Pemerintah, pemda harus membantu pembiayaan untuk operasional pengurus dan manajemen. Sampai saat ini, Pemkot Sukabumi memberikan bantuan kepada BAZNAS sebesar Rp75 juta pertahun. 
           
Besaran bantuan dari pemda itu, terang Kusoy, jelas tidak akan mencukupi. Untuk honor dan uang transportasi 4 orang komisioner saja tidak memadai. Jika satu orang diberi honor berdasarkan UMR sebesar Rp3 juta, dalam satu bulan dibutuhkan dana sebesar Rp12 juta atau Rp144 juta pertahun. Itu belum termasuk operasional, administrasi, dan honor staf pendukung.
           
"Terkait biaya yang dibutuhkan, kami juga mengalami hambatan sehingga untuk operasional saja cukup susah. Kurangnya dana bantuan dari pemerintah membuat kami terhambat dalam operasional pengumpulan zakat," ujar Kusoy.
           
Berbicara tentang kesulitan dalam penyaluran, Kusoy menerangkan, salah satu penghambatnya adalah pendataan yang kurang lengkap. Sesuai ketentuan syariah yang juga tercantum pada UU tentang Zakat, hasil pengumpulan zakat harus disalurkan kepada 8 asnaf yang terdiri dari faqir, miskin, sabilillah, amilin, gharimin, ibnu sabil, riqab, dan mualaf.
           
"Data yang lengkap mengenai delapan asnaf ini, kita belum punya. Kami juga belum memiliki patokan yang jelas tentang batasan, kriteria, dan definisi penerima zakat seperti fakir dan miskin, walaupun secara global ada,” tutur dia. 
           
Secara umum, kata Kusoy, fakir diartikan tidak mempunyai usaha dan tidak bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan kriteria miskin, dia mempunyai pendapatan tapi tidak mencukupi, seperti pekerja serabutan. “Tapi batasan-batasan itu belum ada suratnya juga belum ada standar yang baku untuk pegangan kita dalam menentukan kriteria atau batasan-batasannya, termasuk datanya,” tuturnya. 
Wakil Ketua Bidang Administrasi BAZNAS Kota Sukabumi, H. Muhamad Kusoy memperlihatkan model rompi yang dikenakan oleh salah seorang pelaku usaha binaan BAZNAS Kota Sukabumi.

Mengenai data warga miskin ini kadang-kadang berbeda antara produk dari satu lembaga dengan lembaga yang lainnya. Data dari BPS tidak sama dengan data dari Dinas Kesehatan. Ketika ada pembagian zakat, banyak orang yang datang, tapi sebenarnya bisa saja mereka tidak termasuk fakir atau miskin karena by name by adressnya tidak jelas.
           
Begitu juga, kata Kusoy, dirinya kesulitan mendefinisikan gharimin dalam konteks kekinian. “Gharimin itu orang yang terlilit hutang. Tapi hutang karena apa?  Tentu saja bukan terlilit hutang karena bank keliling atau rentenir. Tidak ada standarisasi kriteria orang-orang yang dimaksud, termasuk datanya yang belum kita miliki,” ungkap Kusoy.
           
BAZNAS Kota Sukabumi dibebani kewajiban untuk ikut mengentaskan kemiskinan sebanyak 1% dari jumlah penduduk miskin. Kalau di Kota Sukabumi terdapat 80 ribu penduduk miskin berdasarkan data dari BPS dan penyaluran raskin, BAZNAS harus memberikan kontribusi untuk memberdayakan 800 orang agar terbebas dari kemiskinan. Masalahnya, BAZNAS tidak memegang data nama orang dan alamat yang 800 orang tersebut.
           
Sayangnya, persoalan data warga miskin ini sampai sekarang belum ada solusi yang tepat untuk menghasilkan satu sistem data. BPJS, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan lembaga-lembaga yang lainnya masing-masing memiliki dan memegang data warga miskin. Kusoy yang juga aktif sebagai Sekretaris MUI Kota Sukabumi menyatakan, kadang-kadang program-progrm bantuan jatuhnya pada orang yang sama, sementara orang yang seharusnya kebagian justru tidak kebagian.
           
"Intinya kami membutuhkan database mustahik yang konkret agar penyaluran zakat dapat tepat sasaran," ujar Kusoy. RED

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

أحدث أقدم