Tolak Tarik Laporan Soal Israel Apartheid, Pejabat PBB Mundur

sukabumiNews.net, NEW YORK - Seorang pejabat PBB mengundurkan diri setelah mengatakan bahwa PBB telah menekan dia untuk menarik sebuah laporan yang menuduh Israel melakukan kejahatanapartheid dalam memperlakukan warga Palestina.

Laporan yang dipublikasikan oleh lembaga Economic and Social Commission for Western Asia (ESCWA), yang dipimpin oleh Sekjen Rima Khalaf.

Dia mengatakan bahwa laporan itu yang pertama menyimpulkan bahwa Israel merupakan sebuah negara yang rasis.

Sekjen PBB Antonio Guterres telah menjaga jarak dengan laporan tersebut, dengan mengatakan hal itu merupakan pandangan penulisnya.

Tetapi, sejak Jumat, laporan itu tidak ada lagi di situs milik ESCWA.

Berbicara di ibu kota Lebanon , Beirut, Khalaf seorang warga negara Yordania, mengatakan dia telah menyampaikan pengunduran dirinya ke Guterres setelah dia bersikukuh mengenai untuk tidak menarik laporan itu .

"Kami tentunya memperkirakan bahwa Israel dan sekutunya akan melakukan tekanan terhadap sekretaris jenderal PBB jadi dia akan menyangkal laporan itu, dan mereka akan meminta dia untuk menariknya," kata Khalaf seperti dikutip oleh detikcom dari kantor berita AFP.

Israel telah mengecam laporan itu. "Upaya untuk mengotori dan secara keliru menyebut satu-satunya praktik demokrasi yang sesungguhnya di Timur Tengah dengan menbuat sebuah analogi palsu yang tercela dan merupakan kebohongan yang mencolok," kata Duta Besar Israel di PBB Danny Danon dalam sebuah pernyataan.

Laporan itu menyebutkan telah dibuat berdasarkan "penyelidikan ilmiah dan bukti-bukti yang berlimpah, bahwa Israel bersalah melakukan kejahatan apartheid".

Kesimpulan hasil penyelidikan itu dipublikasikan pada Rabu (15/03) oleh ESCWA, yang mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial di 18 negara Arab, dan berbasis di Beirut.

(THOMASCOEX/AFP/GettyImages) Israel membangun permukiman di Tepi Barat yang dianggap melanggar hukum internasional.
Pada 2014, Menteri Luar Negeri AS pada saat itu, John Kerry, memperingatkan bahwa Israel berisiko menjadi "sebuah negara apartheid" jika solusi dua negara sebagian penyelesaian konflik dengan Palestina tidak terjadi secepatnya.

Hubungan dengan Palestina telah menjadi salah satu faktor utama dalam kebijakan hubungan luar negeri dan keamanan AS. Warga Palestina di Tepi Barat dan bagian timur Yerusalem telah hidup dibawah pendudukan Israel sejak 1967.

Pernyataan bahwa Israel telah membangun permukinan di Tepi Barat untuk hampir 500.000 orang dan dianggap ilegal oleh hukum internasional, meski Israel membantahnya. [Red*]

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

أحدث أقدم