Apa! Saksi Ahli Kubu Jessica Ternyata Buronan FBI

sukabuminews, Michael David Robertson, Saksi ahli dari pihak Jessica Kumala Wongso dalam persidangan kematian wayan Mirna Salihin, ternyata berstatus buronan kepolisian di Amerika Serikat dan tengah diburu FBI. Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat atau FBI men­girim surat pemberitahuan men­genai perintah penangkapan (ar­rest warrant) terhadap Michael. Dalam surat yang ditujukan kepada Kapolda Metro Jaya tertanggal 23 September 2016, FBI menyebutkan surat perintah penangkapan yang diterbitkan San Diego Sherriff's Officer, San Diego, California masih berlaku hingga kini.
FBI juga memberitahukan bah­wa Michael didakwa melakukan "conspiracy to obstruct justice" atau persengkokolan untuk men­ghalangi peradilan di Pengadilan San Diego. "Dokumen ini diper­oleh dari kantor jaksa wilayah San Diego," dalam surat yang ditandatangani Legal Attache FBI, Joseph V Callahan. FBI juga melampirkan sejum­lah dokumen terkait Michael untuk digunakan kepolisian dan kejaksaan RI. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Awi Setiyono belum bisa berkomentar mengenai surat dari FBI itu. "Ya dicek dulu," ujarnya. Surat FBI ini dikirim ke Polda Metro dua hari sejak Michael memberikan kesaksian di persidangan kasus kematian Mirna. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 21 September 2016, Michael di­hadirkan sebagai saksi ahli dari pihak Jessica. Kesaksian ahli toksilogi forensik dari Australia itu tentu menguntungkan Jessica yang didakwa meracuni Mirna dengan sianida. Michael meragukan kematian Mirna karena sianida. Dia juga meragukan hasil pemeriksaan sampel lambung Mirna set­elah 15 hari meninggal dunia. Pasalnya, hasil pemeriksaan itu hanya menemukan sianida dalam jumlah kecil. Dari sini, dia menyimpulkan sangat kecil kemungkinan sianida masuk masuk melalui mulut.
"Apabila ini disebabkan ter­jadinya perubahan setelah ke­matian bukanlah bukti masuknya sianida melalui mulut. Bukan berarti yang bersangkutan men­inggal karena sianida. Satu-satunya sianida bisa ditemukan jumlahnya di lambung, apabila itu disebabkan perubahan setelah kematian, maka tidak ada bukti masuknya sianida di melalui mulut," kata Michael. Michael menduga sianida sebanyak 0,2 miligram per liter yang ditemukan di lambung Mirna lantaran di dalam tubuh manusia setelah kematian ada perubahan. Perubahan itu bisa membentuk sianida yang berasal dari bakteri dalam tubuh. "Karena tidak ada sianida dalam lambung tak lama setelah kema­tian, dan adanya sianida dalam jumlah kecil setelah diambil tiga hari sesudah. Metode pengujian sama, maka sepertinya penjelasan paling mungkin mengapa ada sianida ada di dalam lambung, adalah terjadinya pada saat kema­tian, sianida terbentuk saat setelah kematian," sebut Michael. Pakar hukum pidana, Chairul Huda berpendapat kesaksian Michael bisa dikesampingkan karena dia ternyata terlibat pi­dana. "Hakim bisa saja kemu­dian tidak memprioritaskan pendapat yang bersangkutan kar­ena latar belakang dari orangnya, tapi bukan berarti keterangan dia tidak bernilai," kata Huda Dosen hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ini yakin majelis hakim bakal menolak keterangan Michael karena latar belakangnya. "Kalau saya yakin itu akan dijadikan alasan hakim untuk katakanlah tidak mempertim­bangkan pendapat yang bersang­kutan. Kalau dibandingkan ahli Indonesia yang memang kredibil­itasnya, latar belakangnya jelas. Masa iya secara logika pastilah hakim Indonesia akan memakai ahli Indonesia," ujarnya. Menurut Huda, keterangan ahli itu bisa jadi pertimbangan dengan dua alasan. Pertama alasan pekerjaan atau pengala­mannya dalam kurun waktu yang panjang. Kemudian, pen­didikannya. "Saya pikir ahli ini (Michael berkaitan dengan pendidikannya," katanya. Penilaian ini juga berlaku un­tuk saksi Prof Beng Beng Ong, ahli patologi dari Australia yang dihadirkan Jessica. Beng Ong akhirnya dideportasi oleh imi­grasi karena bermasalah dengan cara masuknya ke Indonesia. "Keterangan (Beng Ong) bisa dipakai karena yang dinilai adalah berhubungan dengan keahliannya. Tapi menutup ke­mungkinan hakim menilai yang bersangkutan dihubungkan den­gan latar belakangnya, baik cara masuknya ke Indonesia maupun berkenaan kehidupan pribadi," kata Huda. Latar Belakang Michael Tak Menyangkal Soal "American Beauty" Latar belakang Michael David Robertson sempat ditanyakan jaksa penuntut umum (JPU) ketika dia dihadirkan sebagai saksi ahli persidangan kematian Wayan Mirna Salihin.
JPU juga mengancam Michael bisa dipidana jika memberikan kesaksian bohong. "Ada anca­man pidana ketika ahli di depan persidangan tidak menerangkan suatu hal sebagaimana penge­tahuan, dan keilmuannya. Bisa dimengerti?" ujar anggota tim JPU, Ardhito Muwardi saat per­sidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 21 September 2016. Arditho lalu menunjukkan informasi dari situs www.dai­lymail.co.uk yang melaporkan berita bahwa Michael diduga terlibat kasus pembunuhan di tahun 2000 silam di Amerika. "Saya ada info apa ini benar atau salah, tolong dijawab. Ada di dalam website www.dailymail.co.uk," tanyanya. "Apakah informasi itu benar? Di Indonesia ada ancaman pi­dana kepada saksi yang mem­berikan keterangannya tidak sesuai keahliannya," kata Ardito mempertanyakan kredibilitas Michael. Dalam artikel tersebut, Michael diduga berkonspirasi dengan perempuan bernama Kristin Rossum untuk mem­bunuh suaminya, Gregory De Villers. Kristin adalah pegawai San Diego County Medical Examiner's Office. Michael adalah bos Kristin. Michael pun tak bisa me­nyangkalnya. Dia membenarkan kalau itu adalah dirinya. Hanya saja, Michael berdalih bahwa informasi itu tidak sesuai fakta. "Ya itu kisah tentang saya. Tapi, karena itu dari internet saya tidak tahu," jawab Michael. Ardito kembali mencecar Robertson dengan artikel terse­but. Dia menyerang Michael bahwa ia merupakan kriminal karena diduga terlibat pembunu­han pada 2000 yang disebutkan terinspirasi dari film "American Beauty". Kasus pembunuhan yang di­maksud melibatkan suami-istri. Di mana George sebagai korban dan Kristin Rossum sebagai sang pembunuh. Sementara, penyebab kematian George adalah racun. Ardito membacakan isi pem­beritaan tersebut yang men­erangkan bahwa otoritas hu­kum di tempat kasus itu terjadi, menyatakan tentang konspirasi pelanggaran berat. Selain itu, otoritas Amerika Serikat telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Michael, untuk ditahan atas kaitannya dengan kasus pem­bunuhan itu dan turut dikenakan denda sebesar 100 ribu dolar Amerika. Anggota majelis hakim Binsar Gultom pun terpancing untuk menggali lebih jauh soal infor­masi mengenai saksi ahli yang dihadirkan pihak Jessica ini. "Menarik apa yang disampai­kan jaksa itu, apakah itu nama ahli yang tercatat di situ," ujar Binsar. "Iya, saya tidak tahu. Iya itu nama saya," jawab Michael. Rencananya, tim JPU akan membacakan tuntutan terhadap Jessica dalam persidangan Rabu, 5 Oktober 2016. [rmol/suaranews]

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post