Harga Premium Naik, Menteri ESDM Ditanya Jokowi

sukabumiNewes, JAKARTA - Harga bahan bakar minyak non-subsidi, Premium resmi naik dari yang sebelumnya Rp 6.600 menjadi Rp 6.800 per tanggal 1 Maret 2015. Kenaikan harga ini pun sempat mengundang tanda tanya karena tak diumumkan secara terbuka oleh pemerintah. 

Apa alasannya? Menteri ESDM Sudirman Said mengaku dirinya juga ditanyakan hal serupa oleh Presiden Jokowi soal alasan menaikkan harga premium. 


"Kita memang sedang harus membiasakan bahwa namanya BBM non-subsidi akan naik turun sesuai dengan perkembangan pasar. Dan tadi beliau memahami premium harus naik Rp 200, solar sementara kita tahan dulu," kata Sudirman di istana kepresidenan, Senin (2/3/2015). 


Sudirman membantah bahwa pemerintah diam-diam menaikkan harga premium itu. Menurut dia, Direktur Jenderal Minyak dan Gas di Kementerian ESDM sudah memberikan pernyataan pers secara tertulis beberapa hari lalu.  Demikian pula dengan Pertamina dari sisi komersilnya. 


Saat ditanya soal keuntungan perusahaan plat merah yang mengatur distribusi pasokan premium dan solar itu, Sudirman belum bisa menyebutkan angka pasti. Dia hanya menjelaskan bahwa akan ada keuntungan dan kerugian. Kerugian bagi Pertamina, sebut Sudirman, terjadi karena harga solar yang belum naik. 


Pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan harga solar dengan pertimbangan kebutuhan masyarakat. "Ini tidak naik karena pertimbangan ingin membantu meringankan beban masyarakat. Itu pasti pertamina akan kena dampak negatif juga. Jadi nanti silahkan 
accounting-nya mesti baik dan berkala dilaporkan kepada pemerintah," papar Sudirman. 

Menurut keterangan resmi Kementerian ESDM, Sabtu (28/2/2015) beberapa waktu lalu yang dikutip sukabumiNews dari Kompas.com, keputusan menaikkan harga premium atas pertimbangan beberapa aspek. Pertama, untuk menjaga kestabilan sosial ekonomi pengelolaan harga dan logistik sepanjang perbedaan harga masih belum signifikan. 


Kedua, harga minyak dunia masih mengalami fluktuasi, menyusul pertentangan pelaku pasar minyak dalam menyikapi konflik di Libia. Ketiga, masih tingginya produksi 
shale oil di Amerika serta masih lesunya perekonomian global. (Red*)

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post