HA Sopyan Bahas Soal Alokasi dan Distribusi Pupuk Subsidi di Tengah Pandemi

Anggota DPRD Jawa Barat, HA Sopyan, BHM. | Istimewa

sukabumiNews.net, SUKABUMI – Anggota Komisi II DPRD Jawa Barat HA Sopyan BHM membahas soal Alokasi dan Distribusi Pupuk Subsidi di tengah Pandemi Covid-19.

Menurutnya, ada tiga sektor yang bertahan, bahkan bisa menjadi trigger (pemantik) pemulihan ekonomi Jawa Barat.

“Dua sektor tersebut yaitu sektor informasi dan komunikasi yang masih tumbuh 1,73 persen kemudian UMKM dan Ketahanan Pangan,” kata HA Sopyan kepada sukabumiNews.net, Rabu (12/1/2022).

Namun lanjut Sopyan, sektor ketahanan pangan sedikit terhambat oleh alokasi dan distribusi pupuk subsidi, karena pupuk itu perlu diberikan secara tepat waktu dan tepat dosis.

Sopyan menyebut beberapa penyebab terkait alokasi dan distribusi pupuk subsidi. Diantaranya yaitu karena musim hujan datang lebih awal dan merata, hingga menyebabkan musim tanam lebih awal dan serentak, sehingga umumnya terjadi penambahan luas tanam komoditi pertanian.

“Sebagai contoh komoditi Padi di Kabupaten Sukabumi, yang semula direncanakan 164.626 hektare berdasarkan Elektronik Rencana Devinitif Kebutuhan Kelompok (E-RDKK), bertambah 12.870 hektar menjadi 177.469 hektare,” jelasnya.

Kemudian kata dia, akibat permintaan pupuk subsidi secara bersamaan, maka menyebabkan armada mobil distributor kewalahan dalam distribusi.

“Hal ini menjadikan distribusi distribusi pupuk subsidi terlambat sampai ke tingkat kios pengecer resmi,” kata ujar mantan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat ini.

Masalah distribusi juga, lanjut H.A. Sopyan disebabkan oleh jenis pupuk Ponska produksi Kujang di distribusikan untuk Kab/kota Subang, Karawang, Bekasi, Bogor, Cianjur, Sukabumi, Majalengka, Bandung dan Purwakarta, juga daerah lainnya dari Petrokimia.

Kemudian penyebab lainnya, lanjut dia, di lapangan masih ada daerah yang lokasi kios pengecer resminya relatif sedikit dan jauh dari sentra pertanian. Hal ini kata dia, menyebabkan petani harus mengeluarkan biaya melebih Harga Eceran Tertinggi (HET), sehingga harga di lokasi petani bisa mencapai Rp 140.000 sampai Rp 150.000.

Sementara kata dia lagi, di beberapa wilayah di Jawa Barat masih ada desa-desa yang blank spot alias terkendala jaringan internet, sehingga layanan pupuk bersubsidi tidak dilakukan secara digital.

“Masalah lainnya, belum semua petani mendapat Kartu Tani, masih ada yang belum terdaftar di E-RDKK. Ini biasanya pertani perseorangan yang belum tergabung dalam kelomok,” ungkapnya.

Terakhir Sopyan mengatakan bahwa pihaknya masih mendapat laporan quota alokasi yang ada di kartu tani, belum terisi. Kemudian yang masuk E-RDKK baru komoditas tanaman padi, jagung dan tanaman pangan lainnya.

“Sementara tamanan kayu-kayuan belum bisa masuk E-RDKK, dan para petani yang penggarap lahan perhutani atau tanah HGU terlantar belum terakomodir dalam E-RDKK,” tutupnya.

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post