Wajib Taat Kepada Allah dan Rasul-Nya



Oleh: Ust. Manatahan (Pengasuh Yayasan Misbaahul-athfal)

Selain terdapat banyak ayat dalam al-Qur’an yang memerintahkan manusia, terutama Mu’min agar taat kepada Allah dan Rasul-Nya, banyak pula hadits Rasulullah SAW  terkait hal serupa.

Salah satu ayat dalam al-Qur’an itu diantaranya;

“Hai orang-orang yang (mengaku dirinya) beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul, juga kepada orang-orang (beriman) yang berkuasa diantara kalian. Jikalau kalian berbantahan dalam suatu urusan, hendaklah kalian kembalikan sesuatu (urusan yang kalian bantahkan itu) kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, sebagus dan sebaik-baiknya keputusan” . (An-Nisa: 59)

Ayat tersebut mengandung perintah bahwa kita selaku orang yang mengaku dirinya Iman (patuh disiplin terhadap ajaran Ilmu Allah, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya) hendaklah mentaati kepada apa yang diperintah oleh Allah dan Rasulnya.

Hampir semua orang, terutama Muslim, seluruhnya mengaku bahwa dirinya Iman. Namun pada kenyataannya tak sedikit diantara yang mengaku iman tersebut, tatkala disodorkan perintah-perintah Allah dengan sunnah yang di bawa, dijabarkan dan dicontohkan Rasul-Nya, mereka enggan dan takut melaksanakannya. Padahal mereka mengaku bahwa dirinya adalah Ahli Sunnah. Bahkan dilengkapinya pula dengan al-Jama’ah

Terkai Penguasa yang haus ditaati, tentunya tidak hanya sekedar penguasa pada umumnya,  namun dijelaskannya dengan MINKUM, yakni penguasa muslim yang ada ditengah-tengah kalian. Bukan muslim sekedar muslim, namun mereka yang selalu patuh dan taat pula akan perintah Allah dan Sunnah Rasul-Nya.

Tentang perbedaan pendapat, selama jelas Rad (sumber rujukan kembali) atau dalilnya, yakni al-Qur’an dan sunnah Rasul, sebagaimana sejarah perbedaan pendapat yang terjadi pada 4 orang Khulafaaurrasyidiin, yakni Sayidina Umar, Sayidina Abu Bakar Siddiq, Sayidina Utsman dan Sayidina Ali Radiallaahu ‘anhu tentang lamanya SATU HIN.

Saat ditanya Rasulullah SAW, meski jawaban terkait lamanya SATU HIN itu berbeda-beda, namun rasul membenarkannya dengan “Shaddaqta”, alias membenarkannya. Sebab rujukan atau Rad   keempat khulafaaurrasyidin itu tiada lain adalah al-Qur’an dan Hadits Rasul itu sendiri.

Bagimana situasi dan kondisinya dengan sepeninggalan mereka kini?

Allaahu a’lam.

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post