Kompolnas Dede Farhan Aulawi: Ketegasan Penerapan UU PPLH Bisa Tekan Pencemaran Lingkungan

Koimioner Kompolnas
sukabumiNews.net, JAKARTA – Keberadaan suatu perusahaan atau industri tentu sangat diperlukan oleh negara dan masyarakat, karena disamping menunjang pembangunan ekonomi, keberadaan suatu perusahaan atau industri juga akan menambah perolehan pajak, dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat.

Hal tersebut dijelaskan Komisioner Kompolnas RI, Dede Farhan Aulawi kepada sukabumiNews, Selasa (11/2/2020) ketika dimintai tanggapan melalui sambungan seluler terkait banyaknya dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan di beberapa daerah.

Namun demikian terang Dede, dalam proses produksi seringkali menimbulkan limbah sisa hasil produksi yang harus dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Jika limbah tersebut tidak dikelola sesuai dengan ketentuan, maka bisa menimbulka pencemaran lingkungan yang tentu bisa berdampak kerugian pada banyak pihak,” tambahnya.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai ketentuan perundangan yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan, Dede menjelaskan bahwa peraturan yang menyangkut pencemaran lingkungan hidup sudah diatur oleh Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

“UU PPLH mendefinisikan tentang pencemaran lingkungan hidup sebagai masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan,” jelas Dede.

Jadi, sambung Dede, setiap orang yang melakukan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup, wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan atau kerusakan, serta melakukan pemulihan lingkungan hidup yang dilakukan dengan cara; pertama, pemberian informasi peringatan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat.

BACA Juga : Air Sungai Cimahi Tercemar Limbah Pabrik Garmen, DLH Kabupaten Sukabumi Segera Bentuk Tim

Cara ke dua tambah Dede, yaitu pengisolasian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup. “Yang ke tiga-nya yaitu penghentian sumber pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup, dan yang ke empat adalah dengan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” ulasnya.

Lebih lanjut Dede menjelaskan, terkait dengan pemulihan fungsi lingkungan hidup, harus dilakukan melalui tahapan-tahapan. Tahapan yang dimaksud kata Dede yaitu;

(1) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar,
(2) Remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup),
(3) Rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem),
(4) Restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula), dan atau
(5) Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Dengan demikian, maka apabila ada perusahaan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan, ia harus  melakukan penanggulangan pencemaran dengan caran memberikan informasi peringatan pencemaran kepada masyarakat dengan maksud untuk mencegah kemungkinan adanya masyarakat yang terpapar pencemaran. Misalnya meminum air yang sudah tercemar,” terangnya.

Di samping itu tegas Dede, perusahaan juga wajib melakukan pemulihan terhadap pencemaran yang terjadi pada daerah itu.

“Bilamana pencemaran lingkungan yang dimaksud mengakibatkan kematian dan atau menimbulkan kerugian materiil, misalnya ikan atau tanaman milik masyarakat pada mati, maka ada beberapa ancaman pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan sesuai ketentuan yang diatur dalam UU PPLH,” katanya.

Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbahnya terang Dede, maka bisa diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH.

Adapun jelas Dede, Pasal 60 UU PPLH tersebut mengatakan bahwa Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin. Kemudia Pasal 104 UU PPLH berbunyi, Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

“Yang dimaksud dengan dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan atau memasukkan limbah dan atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu,” terangnya.

BACA : Warga Sekarwangi Cibadak Geram, Air Sungai Cimahi Tercemar Limbah Pabrik Garmen

Pewarta: AM.
Editor: Red.
COPYRIGHT © SUKABUMINEWS 2020

Post a Comment

Anda boleh beropini dengan mengomantari Artikel di atas

Previous Post Next Post